Komisi III DPR Pertanyakan Alasan Pencopotan Kapolda Sumut
09-02-2009 /
KOMISI III
Komisi III DPR RI mempertanyakan alasan Kapolri Bambang Hendarso perihal pencopotan Kepala Kepolisian (Kapolda) Sumatera Utara Irjen Pol Nanan Sukarna terkait tewasnya Ketua DPRD Sumut Azis Angkat dalam aksi anarkis pada 3 Februari lalu.
Hal tersebut terungkap saat Komisi III DPR melakukan Rapat Kerja (Raker) dengan Kapolri Bambang Hendarso Danuri, di Gedung DPR, Jakarta, Senin, (9/2).
“Bukankan begitu cepat Kapolri melakukan pencopotan Kapolda Sumut pada 6 Februari lalu, sedangkan kejadian aksi anarkis tersebut terjadi 3 Februari. Kita khawatir sanksi pencopotan ini bermuatan politis dibandingkan dengan hal-hal yang sifatnya obyektif,â€kata Lukman Hakim Saifudin dari F-PPP.
Ia menambahkan, sebaiknya masyarakat dapat diberitahukan alasan obyektif atas apa kesalahan dari jajaran Polda Sumut sehingga dijatuhkan sanksi tersebut.
Lebih lanjut ia mempertanyakan standart operating procedure (SOP) pada bagian mana yang dilanggar sehingga pencopotan terhadap Kapolda Sumut. Seharusnya menurut Lukma sebelum ada kejelasan, Kapolri sebaiknya melakukan pemberhentian sementara Kapolda Sumut agar nama baiknya tetap terjaga.
Sementara itu, Nasir Jamil dari F-PKS meminta jaminan dari Kapolri untuk segera menuntaskan kasus Medan, hal itu dibutuhkan guna menjaga nama baik Polri tetap terjaga.
Menanggapi pernyataan tersebut,
Kapolri Bambang Hendarso mengatakan dalam kasus pencopotan Kapolda Sumut dan para pejabat di Poltabes Medan Polri bersikap professional.
Menurut dia, kasus di Medan ini dapat dihindari jika para pimpinan Polri di sana menerapkan standar operasi dan prosedur pengendalian massa sebagaimana yang dituangkan dalam peraturan Kapolri Nomor 12 tahun 2008.
“Kasus Medan seharusnya sudah dapat diprediksi karena unjuk rasa menuntut pemekaran wilayah di Sumatera Utara telah beberapa kali terjadi,†jelasnya
"Kalau seandainya prosedur sudah ditempuh dengan benar dan sah lalu timbul korban dari polisi atau pendemo, maka kami tidak akan melakukan tindakan ke dalam," tambahnya.
Jika anggotanya bertindak benar lalu timbul dampak negatif, maka itu sudah menjadi bagian dari resiko dan Polri tidak akan melakukan tindakan ke dalam, katanya.
Seperti diketahui, dalam kasus ini, Kapolri telah mencopot Kapolsek Medan Baru, Wakasat Samapta Poltabes Medan, Kasat Intel Poltabes Medan, Kabag Operasi Poltabes Medan dan Kapoltabes Medan.
Inspentur Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Sumut, Kepala Biro Operasi Polda Sumut dan Direktur Intel Polda Sumut juga dicopot.
Terkait dengan penyidikan kasus ini, penyidik polisi telah menahan 36 tersangka dan jumlah tersangka masih dapat bertambah karena penyidikan hingga kini masih terus berlangsung.
Unjuk rasa menuntut pembentukan Propinsi Tapanuli di gedung DPRD Sumut, 3 Pebruari 2009 berakhir rusuh karena massa merusak gedung DPRD Sumut.
Ketua DPRD Sumut Abdul Azis Angkat meninggal dunia dalam aksi itu karena menderita serangan jantung namun sebelum meninggal ia sempat dipukul massa.
Tak Sesuai Prosedur
Di kesempatan yang sama Kapolri Jenderal Bambang Hendarso mengakui pengamanan aksi di DPRD SUMUT tidak dilaksanakan secara tepat dan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Prosedur penanganan aksi unjukrasa yang berlaku di lingkungan Polri, Perkap nomor 16 tahun 2006 tanggal 5 Desember 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, seharusnya diterapkan sesuai dengan perkembangan situasi di lapangan,â€jelas Bambang.
Namun, dalam kasus ini, hal tersebut tidak dilaksanakan secara tepat dan benar sehingga menimbulkan korban materiil dan korban jiwa.
Berdasarkan hasil pemeriksaan internal kepolisian, sementara dapat disimpulkan bahwa secara teknis prosedural jumlah personel yang ditugaskan untuk kegiatan pengamanan sidang paripurna di DPRD Sumut dan penanganan unjukrasa anarkhis tidak memadai dibandingkan dengan kekuatan pengunjuk rasa saat itu.(nt)